BULAN puasa adalah bulan suci. Bulan yang penuh berkah Tuhan.
Tapi tak bisa dipungkiri, bahwa pada bulan-bulan seperti ini, kelesuan
hampir menjalari wajah-wajah siswa SMA Merah Putih. Di mana kegiatan
sekolah tetap dilaksanakan seperti biasa. Bisa dibayangkan, betapa
sulitnya mereka mencoba berkonsentrasi pada pelajaran yang diterangkan,
sementara perut masing-masing mereka asyik ber-‘keroncong-ria’.
Tapi
kata Wak Haji, kalau puasa itu nggak boleh dipikirin laparnya. Dosa,
dan bisa dituduh nggak rela puasa sama Tuhan. Dan berpuasa bukan cuma
nahan lapar dan haus. Tapi juga nafsu lainnya, termasuk ngomongin orang
lain. Nah, ini yang kayaknya berat buat mereka. Bayangin aja, sebulan
penuh nggak boleh nggosip di sekolah. Wu, mana tahan? Dan bagaimana
dengan nasib Ruri yang biang gosip itu? Makanya di saat keluar main,
kerjaan anak-anak cuma luntang-lantung, bengong, atau paling banter
masuk perpustakaan, terus tidur. Tak ada yang nampak becanda. Boro-boro
becanda, ketawa aja males. Habisnya banyak larangan yang bisa
membatalkan puasa. Cowok dilarang ngeceng. Cewek juga. Dilarang pacaran,
dilarang ngetawain orang, dilarang baca buku yang ’serem-serem’.
Pokoknya semuanya yang membangkitkan hawa nafsu. Mau main basket atau
voli, segen. Takut haus.
Tapi itu tetap peraturan.
Buktinya di pojokan perpustakaan, Ruri masih menyempatkan diri untuk
nggosip sama teman-temannya. Lupus yang lagi nyari buku dekat-deka:
situ, bisa memergoki. “Hayo, mulai ya nggosip lagi!”
Ruri
kaget, tapi dengan cepat menjawab, “Enak aja nuduh. Kita kan cuma
menceritakan sesuatu yang kurang sreg di hati. Daripada dipendam terus,
malah bikin lapar”
“Apa bedanya? Kamu kira dengan kamu
menemukan definisi yang baru macam itu, akan mengurangi dosa? Tunda aja
nggosipnya sampai beduk magrib. Nanti begitu buka puasa, nah, buru-buru
deh. telepon teman-reman terdekat kamu. Kali-kali aja Tuhan bisa
memaklumi!” nasihat Lupus.
Ruri mendengus, lalu pindah ke bangku lain. Dan mulai nggosip lagi.
Dan
Lupus meneruskan mencari buku. Di dekat jendela. dia memergoki Sri
Sajita, cewek keraton yang akrab dengan panggilan Ita, lagi ngelamun
sendirian (tentu dong, kalau ngelamun berdua mana enak?).
“Hayo, ngelamun yang jorok-jorok, ya? Batal Iho!” goda Lupus, Ita terkejut.
“Ih, bikin kaget aja! Siapa yang ngelamun jorok?”
“Kalau
gitu, pasti ngelamunin doi yang dijawa, ya? Aduh, Ita, saya kan udah
bilang, kalau kamu kesepian ditinggal merantau sama cowok kamu, buka
cabang aja di sini. Buat iseng, supaya nggak ngelamun terus. Nggak dosa,
kok. Dan bannyak yang mau. Seperti saya. misalnya .... “
Ita cuma mencibir.
Tapi
bulan puasa tidak selalu diisi dengan kemuraman. Bisa tambah Iapar.
Kadang anak-anak juga ngumpul di depan kelas masing-masing. Bikin cerita
lucu atau teka-teki yang aneh-aneh. Sampai beberapa hari, teka-teki
itu mulai nggak sehat. Mulai dicari-cari. Tapi malah semakin lucu.
Seperti teka-teki yang diberikan oleh Lupus: “Benda apa yang kalau
siang ada di dapur, tapi kalau malam ada di pohon?” Semua pada mikir.
Dan mulai berspekulasi umuk menjawab dengan sembarang- an. Sampai
besoknya, Lupus baru memberikan jawaban.
“jawabnya adalah panci!”
Tentu saja semua anak pada protes. Bagaimana mungkin panci bisa berada di pohon di waktu malam?
“Lho, itu kan panci saya ini. Terserah dong saya mau taruh di mana aja...,” elak Lupus yang langsung dimaki-maki penonton.
Dan canda-canda itu berlangsung sampai mereka tak sadar kalau hari mulai senja. ***
Meski
sebenamya tak ada masalah, anak-anak sempat protes juga, karena
sekolah belum libur meski sudah mendekati ulangan umum. Waktu istirahat
untuk minggu tenangnya cuma dikasih dua hari. Sabtu dan Minggu.
“Itu
sih cuma cukup untuk ngeraut pensil!” maki Rosfita. teman Lupus yang
punya prinsip: jangan pernah mengecewakan orang yang nawarin makan.
Tapi
Lupus lebih suka sekolah. Kalau diam di rumah, waktu bisa terasa
berjalan lebih lama. Enakan cari kesibukan di luaran. Dan saat itu dia
sedang berada di metro mini juruan Blok M. Sekadar mau jalan-jalan aja
untuk killing time. Buang-buang waktu. Sebab, jarang lho orang di bulan
puasa punya prinsip time is money. Mereka condong berprinsip time is
time, faster is better. Dan Lupus setengah mati menahan diri untuk tidak
memandangi cewek-cewek kece di pinggir jalan. Sok cuwek. Tapi, apa iya
lihat cewek cakep bisa ngebatalin puasa? Padahal cewek cakep itu kan
karunia Tuhan yang menyenangkan untuk dilihat. Masa iya kita harus pake
kaca mata kuda? Apalagi menyia-nyiakan karunia Tuhan kan dosa, lho!
Terserahlah.
Yang penting. Lupus jelas tak bisa menahan diri lagi ketika seorang
eewek naik dan duduk tepat berhadap-hadapan dengannya. Gile, wajahnya
benar-benar jet-set, kulitnya kuning langsat, rambutnya hitam panjang
terurai, bibir- nya dipolesi lipstik merah muda yang tipis. Benar-benar
mubazir untuk tidak dilihat. Dan... sempurnalah godaan itu.
Saat-saat
pertama Lupus masih bisa menahan diri untuk tidak terus-terusan
memandang. Cewek itu terlalu keren untuk ditaksir. Nggak bakalan
ditanggapi. Dia mencoba mengalihkan perhatian- nya ke luar jendela. Tapi
ternyata gadis itu mencuri-curi pandang ke arah Lupus. Lupus masih
mencoba untuk tetap cuwek. Dia harus tabah, jangan tergoda. Untuk
menghilangkan keresahan- nya, dia mencoba melamun. Dan tiba-tiba aja
jadi ingat Mas Wedha, yang suka nggambar di majalah Hai. Dia itu,
katanya sendiri. orang yang sangat tabah. Tahan godaan.
“Bagaimana
nggak tabah.” sahutnya suatu ketika, “walaupun bapak saya haji,
tetangga dan lingkungan saya orangnya pada alim-alim, rajin sembahyang,
rajin puasa, rajin tarawih, rajin mengaji, tapi saya tetap tak tergoda
untuk ikutan puasa.”
Lupus cuma ngakak. Dan kemarin, ketika Lupus ketemu dia lagi, Lupus iseng menegur, “Gimana, Mas, masih tetap tabah?”
“Alhamdulillah
masih...,” jawabnya kalem. ”Tuhan tau bahwa saya nggak bakalan kuat
berpuasa. Jadi buat apa membohongi diri? Kalau saya puasa nantinya Tuhan
malah marah. Menyangka saya orang yang sombong... sok ikut-ikutan
.... “
Lupus sering tak bisa menahan senyum kalau ingat
hal ini. Seperti sekarang, secara nggak sadar, dia tersenyum-senyum
sendirian di metro mini. Di depan cewek cakep tadi. Dan, oh God, cewek
itu membalas senyum nyasar dari Lupus. Gimana nggak ge-er?
“Halo.” sapa Lupus berani. “Mau ke mana?”
Gadis itu tersenyum lagi. Senyum yang penuh godaan. “Ke Blok M, nih. Mau shopping. Anterin, yuk?”
Lupus
agak kaget. Agresif banget cewek ini. Dan tanpa menunggu ajakan kedua,
beberapa saat kemudian, Lupus telah berjalan keliling-keliling blok M
berdua cewek tadi. Dari situ dia tau, namanya Evan. Banyak sekali yang
dibelinya. Seluruh pasar Blok M dikelilingi. Dan Lupus jadi agak risi
ketika Evan dengan seenaknya menggan- deng tangan Lupus. Gimana kalau
ceweknya tau?
Jam tiga siang, mereka berhenti di depan
A-ha (maksudnya American Hamburger, bukan grup bandnya si Morten). Evan
mengajak masuk. Lupus jelas menolak, meski dia merasa sangat lapar dan
haus.
“Ayo deh, saya yang traktir, kok...,” rayu Evan.
”Bukan
masalah itu. Saya kan puasa!” “Batal sehari kan nggak apa-apa. Ayo
deh, kan capek lho udah keliling-keliling. Dikiiit aja. Yuk?” “Kamu
ajah deh, saya nggak.”
“Ya..., kok gitu. Nggak seru, ah. Tadi kita kan udah bareng. Ayo dong, Anak manis!”
Dan
jebollah pertahanan Lupus. Akhirnya dengan langkah sedikit ragu,
dibarengi celingak- celinguk kanan-kiri, takut kepergok orang rumah,
Lupus masuk ke A-ha. Langsung dipesankan steak, strawberry milk-shake
dan sprite dingin.
***
Hari mulai senja
ketika Lupus melangkah masuk ke rumahnya. Saat itu ibunya masih sibuk
kerja di dapur. Memasuk-masukkan makanan ke rantang. Sepeninggal ayah
Lupus, ibunya memang buka usaha katering. Lumayan, buat menyambung
hidup, komentarnya. Dan hasilnya memang luar biasa. lbu Lupus termasuk
wanita yang ulet, yang tak menyerah kepada takdir. Seperti sekarang ini,
dia masih tetap bekerja meski puasa. Berbeda dengan Lulu, adik Lupus.
Kerjanya kalo puasa tidur melulu. “Itu lebih baik daripada nggosip!”
belanya suatu ketika.
Lupus masuk ke ruang tengah dengan perlahan. Tapi ibunya melihat.
”Eh, Lupus. Baru pulang? Itu lbu bikinkan kolak pisang kesukaan kamu buat buka puasa. Cepat mandi, sebentar lagi beduk, lho-!”
Lupus
tercekat. lbunya yang sibuk itu masih sempat membikinkan makanan
kesukaannya. Betapa ingin dia membahagiakan anak-anaknya. Sedang Lupus?
“Lho, kok malah bengong? Lapar, ya? Tahan aja sedikit. sebentar lagi buka. kok. Cepat mandi biar segar .... “
Tanpa
berkata apa-apa. Lupus langsung nge- loyor ke kamar mandi. Dan sempat
ketemu Lulu di depan kamar. “Eh, Lupus, udah pulang. Itu ada oleh-oleh
buat kamu. Sekotak permen karen. Tadi ogut iseng beli waktu nganterin
lbu ke pasar. Hayo, kamu masih puasa nggak?”
Lupus makin
terpojok. Di kamar mandi, dia ingin teriak keras-keras. Meneriakkan
ganjelan hatinya. Dia memang ngaku masih puasa sampai kini. Dia tak
ingin mengecewakan semuanya. Tapi, siapa sangka kalau membohongi diri
sendiri itu lebih menderita daripada ngebohongin orang lain
***
Beduk magrib berdentum di kejauhan. Diiringi oleh teriakan azan. Saat itu Lupus malah berlari ke telepon umum di depan rumahnya.
“Halo? Bisa bicara dengan Evan?” “Ya, ini Evan .... “
“SEJUTA TOPAN BADAI BUAT KAMU!!!”
0 komentar:
Posting Komentar