Home » » LUPUS KECIL "09. Kolak Pisang Buat Lupus"

LUPUS KECIL "09. Kolak Pisang Buat Lupus"

Ditulis Oleh Unknown on Senin, 08 April 2013 | 00.13

BULAN puasa adalah bulan suci. Bulan yang penuh berkah Tuhan. Tapi tak bisa dipungkiri, bahwa pada bulan-bulan seperti ini, kelesuan hampir menjalari wajah-wajah siswa SMA Merah Putih. Di mana kegiatan sekolah tetap dilaksanakan seperti biasa. Bisa dibayangkan, betapa sulitnya mereka mencoba berkonsentrasi pada pelajaran yang diterangkan, sementara perut masing-masing mereka asyik ber-‘keroncong-ria’.

Tapi kata Wak Haji, kalau puasa itu nggak boleh dipikirin laparnya. Dosa, dan bisa dituduh nggak rela puasa sama Tuhan. Dan berpuasa bukan cuma nahan lapar dan haus. Tapi juga nafsu lainnya, termasuk ngomongin orang lain. Nah, ini yang kayaknya berat buat mereka. Bayangin aja, sebulan penuh nggak boleh nggosip di sekolah. Wu, mana tahan? Dan bagaimana dengan nasib Ruri yang biang gosip itu? Makanya di saat keluar main, kerjaan anak-anak cuma luntang-lantung, bengong, atau paling banter masuk perpustakaan, terus tidur. Tak ada yang nampak becanda. Boro-boro becanda, ketawa aja males. Habisnya banyak larangan yang bisa membatalkan puasa. Cowok dilarang ngeceng. Cewek juga. Dilarang pacaran, dilarang ngetawain orang, dilarang baca buku yang ’serem-serem’. Pokoknya semuanya yang membangkitkan hawa nafsu. Mau main basket atau voli, segen. Takut haus.

Tapi itu tetap peraturan. Buktinya di pojokan perpustakaan, Ruri masih menyempatkan diri untuk nggosip sama teman-temannya. Lupus yang lagi nyari buku dekat-deka: situ, bisa memergoki. “Hayo, mulai ya nggosip lagi!”

Ruri kaget, tapi dengan cepat menjawab, “Enak aja nuduh. Kita kan cuma menceritakan sesuatu yang kurang sreg di hati. Daripada dipendam terus, malah bikin lapar”

“Apa bedanya? Kamu kira dengan kamu menemukan definisi yang baru macam itu, akan mengurangi dosa? Tunda aja nggosipnya sampai beduk magrib. Nanti begitu buka puasa, nah, buru-buru deh. telepon teman-reman terdekat kamu. Kali-kali aja Tuhan bisa memaklumi!” nasihat Lupus.

Ruri mendengus, lalu pindah ke bangku lain. Dan mulai nggosip lagi.

Dan Lupus meneruskan mencari buku. Di dekat jendela. dia memergoki Sri Sajita, cewek keraton yang akrab dengan panggilan Ita, lagi ngelamun sendirian (tentu dong, kalau ngelamun berdua mana enak?).

“Hayo, ngelamun yang jorok-jorok, ya? Batal Iho!” goda Lupus, Ita terkejut.

“Ih, bikin kaget aja! Siapa yang ngelamun jorok?”

“Kalau gitu, pasti ngelamunin doi yang dijawa, ya? Aduh, Ita, saya kan udah bilang, kalau kamu kesepian ditinggal merantau sama cowok kamu, buka cabang aja di sini. Buat iseng, supaya nggak ngelamun terus. Nggak dosa, kok. Dan bannyak yang mau. Seperti saya. misalnya .... “

Ita cuma mencibir.

Tapi bulan puasa tidak selalu diisi dengan kemuraman. Bisa tambah Iapar. Kadang anak-anak juga ngumpul di depan kelas masing-masing. Bikin cerita lucu atau teka-teki yang aneh-aneh. Sampai beberapa hari, teka-teki itu mulai nggak sehat. Mulai dicari-cari. Tapi malah semakin lucu. Seperti teka-teki yang diberikan oleh Lupus: “Benda apa yang kalau siang ada di dapur, tapi kalau malam ada di pohon?” Semua pada mikir. Dan mulai berspekulasi umuk menjawab dengan sembarang- an. Sampai besoknya, Lupus baru memberikan jawaban.

“jawabnya adalah panci!”

Tentu saja semua anak pada protes. Bagaimana mungkin panci bisa berada di pohon di waktu malam?

“Lho, itu kan panci saya ini. Terserah dong saya mau taruh di mana aja...,” elak Lupus yang langsung dimaki-maki penonton.

Dan canda-canda itu berlangsung sampai mereka tak sadar kalau hari mulai senja. ***

Meski sebenamya tak ada masalah, anak-anak sempat protes juga, karena sekolah belum libur meski sudah mendekati ulangan umum. Waktu istirahat untuk minggu tenangnya cuma dikasih dua hari. Sabtu dan Minggu.

“Itu sih cuma cukup untuk ngeraut pensil!” maki Rosfita. teman Lupus yang punya prinsip: jangan pernah mengecewakan orang yang nawarin makan.

Tapi Lupus lebih suka sekolah. Kalau diam di rumah, waktu bisa terasa berjalan lebih lama. Enakan cari kesibukan di luaran. Dan saat itu dia sedang berada di metro mini juruan Blok M. Sekadar mau jalan-jalan aja untuk killing time. Buang-buang waktu. Sebab, jarang lho orang di bulan puasa punya prinsip time is money. Mereka condong berprinsip time is time, faster is better. Dan Lupus setengah mati menahan diri untuk tidak memandangi cewek-cewek kece di pinggir jalan. Sok cuwek. Tapi, apa iya lihat cewek cakep bisa ngebatalin puasa? Padahal cewek cakep itu kan karunia Tuhan yang menyenangkan untuk dilihat. Masa iya kita harus pake kaca mata kuda? Apalagi menyia-nyiakan karunia Tuhan kan dosa, lho!

Terserahlah. Yang penting. Lupus jelas tak bisa menahan diri lagi ketika seorang eewek naik dan duduk tepat berhadap-hadapan dengannya. Gile, wajahnya benar-benar jet-set, kulitnya kuning langsat, rambutnya hitam panjang terurai, bibir- nya dipolesi lipstik merah muda yang tipis. Benar-benar mubazir untuk tidak dilihat. Dan... sempurnalah godaan itu.

Saat-saat pertama Lupus masih bisa menahan diri untuk tidak terus-terusan memandang. Cewek itu terlalu keren untuk ditaksir. Nggak bakalan ditanggapi. Dia mencoba mengalihkan perhatian- nya ke luar jendela. Tapi ternyata gadis itu mencuri-curi pandang ke arah Lupus. Lupus masih mencoba untuk tetap cuwek. Dia harus tabah, jangan tergoda. Untuk menghilangkan keresahan- nya, dia mencoba melamun. Dan tiba-tiba aja jadi ingat Mas Wedha, yang suka nggambar di majalah Hai. Dia itu, katanya sendiri. orang yang sangat tabah. Tahan godaan.

“Bagaimana nggak tabah.” sahutnya suatu ketika, “walaupun bapak saya haji, tetangga dan lingkungan saya orangnya pada alim-alim, rajin sembahyang, rajin puasa, rajin tarawih, rajin mengaji, tapi saya tetap tak tergoda untuk ikutan puasa.”

Lupus cuma ngakak. Dan kemarin, ketika Lupus ketemu dia lagi, Lupus iseng menegur, “Gimana, Mas, masih tetap tabah?”

 “Alhamdulillah masih...,” jawabnya kalem. ”Tuhan tau bahwa saya nggak bakalan kuat berpuasa. Jadi buat apa membohongi diri? Kalau saya puasa nantinya Tuhan malah marah.  Menyangka saya orang yang sombong... sok ikut-ikutan .... “

Lupus sering tak bisa menahan senyum kalau ingat hal ini. Seperti sekarang, secara nggak sadar, dia tersenyum-senyum sendirian di metro mini. Di depan cewek cakep tadi. Dan, oh God, cewek itu membalas senyum nyasar dari Lupus. Gimana nggak ge-er?

“Halo.” sapa Lupus berani. “Mau ke mana?”

Gadis itu tersenyum lagi. Senyum yang penuh godaan. “Ke Blok M, nih. Mau shopping. Anterin, yuk?”

Lupus agak kaget. Agresif banget cewek ini. Dan tanpa menunggu ajakan kedua, beberapa saat kemudian, Lupus telah berjalan keliling-keliling blok M berdua cewek tadi. Dari situ dia tau, namanya Evan. Banyak sekali yang dibelinya. Seluruh pasar Blok M dikelilingi. Dan Lupus jadi agak risi ketika Evan dengan seenaknya menggan- deng tangan Lupus. Gimana kalau ceweknya tau?

Jam tiga siang, mereka berhenti di depan A-ha (maksudnya American Hamburger, bukan grup bandnya si Morten). Evan mengajak masuk. Lupus jelas menolak, meski dia merasa sangat lapar dan haus.

“Ayo deh, saya yang traktir, kok...,” rayu Evan.

”Bukan masalah itu. Saya kan puasa!” “Batal sehari kan nggak apa-apa. Ayo deh, kan capek lho udah keliling-keliling. Dikiiit aja. Yuk?” “Kamu ajah deh, saya nggak.”

 “Ya..., kok gitu. Nggak seru, ah. Tadi kita kan udah bareng. Ayo dong, Anak manis!”

Dan jebollah pertahanan Lupus. Akhirnya dengan langkah sedikit ragu, dibarengi celingak- celinguk kanan-kiri, takut kepergok orang rumah, Lupus masuk ke A-ha. Langsung dipesankan steak, strawberry milk-shake dan sprite dingin.

***

Hari mulai senja ketika Lupus melangkah masuk ke rumahnya. Saat itu ibunya masih sibuk kerja di dapur. Memasuk-masukkan makanan ke rantang. Sepeninggal ayah Lupus, ibunya memang buka usaha katering. Lumayan, buat menyambung hidup, komentarnya. Dan hasilnya memang luar biasa. lbu Lupus termasuk wanita yang ulet, yang tak menyerah kepada takdir. Seperti sekarang ini, dia masih tetap bekerja meski puasa. Berbeda dengan Lulu, adik Lupus. Kerjanya kalo puasa tidur melulu. “Itu lebih baik daripada nggosip!” belanya suatu ketika.

Lupus masuk ke ruang tengah dengan perlahan. Tapi ibunya melihat.

”Eh, Lupus. Baru pulang? Itu lbu bikinkan kolak pisang kesukaan kamu buat buka puasa. Cepat mandi, sebentar lagi beduk, lho-!”

Lupus tercekat. lbunya yang sibuk itu masih sempat membikinkan makanan kesukaannya. Betapa ingin dia membahagiakan anak-anaknya. Sedang Lupus?

“Lho, kok malah bengong? Lapar, ya? Tahan aja sedikit. sebentar lagi buka. kok. Cepat mandi biar segar .... “

Tanpa berkata apa-apa. Lupus langsung nge- loyor ke kamar mandi. Dan sempat ketemu Lulu di depan kamar. “Eh, Lupus, udah pulang. Itu ada oleh-oleh buat kamu. Sekotak permen karen. Tadi ogut iseng beli waktu nganterin lbu ke pasar. Hayo, kamu masih puasa nggak?”

Lupus makin terpojok. Di kamar mandi, dia ingin teriak keras-keras. Meneriakkan ganjelan hatinya. Dia memang ngaku masih puasa sampai kini. Dia tak ingin mengecewakan semuanya. Tapi, siapa sangka kalau membohongi diri sendiri itu lebih menderita daripada ngebohongin orang lain

***

Beduk magrib berdentum di kejauhan. Diiringi oleh teriakan azan. Saat itu Lupus malah berlari ke telepon umum di depan rumahnya.

“Halo? Bisa bicara dengan Evan?” “Ya, ini Evan .... “

“SEJUTA TOPAN BADAI BUAT KAMU!!!”
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Support : Kampoeng JAVA
Copyright © 2013. Kampoeng JAVA - All Rights Reserved
Template Created by Mas Template Edit by Kampoeng JAVA
Proudly powered by Blogger